“Nata.” Panggil Pak Guru.
“Bumi.” Jawab Nata.
“Seperti biasa, kamu dapat
menjawab benar.” Kata Pak Guru.
“Terima kasih Pak.” Kata Nata.
Teman-teman yang berada dalam
sekelasnya memuji dan merasa bangga memiliki teman seperti diriku. Namun hal
tersebut hanya berlaku sesaat..
“Nata, tolong ajarkan aku juga,
boleh?” Tanya Mita.
“Iya.” Jawab Nata.
Karena aku seorang yang dikenal
sebutan kutu buku yang tidak bisa lepas dari tempatku berada, tidak ada yang
mau berteman denganku, karena berbagai alasan yang dimiliki setiap orang, aku
tetap tidak menghiraukannya dan berpegang teguh pada prinsip hidupku untuk
selalu belajar dan tidak ingin beranjak dari Bangku Sekolah, kecuali
keterpaksaan..
“Nata, kamu tahu enggak?” Tanya
Mita.
“Bila itu, soal yang tidak
penting dan tidak berkaitan belajar, jangan dibicarakan.” Jawab Nata.
“Nata, kamu memang cuek seperti
biasanya.” Kata Mita.
“Itu adalah prinsip hidupku.”
Kata Nata.
“Baik, baiklah, aku juga sudah
tahu. Aku bukan mau berbicara itu juga.” Kata Mita.
“Apa yang ingin kamu bicarakan?”
Tanya Nata.
“Aku ingin tahu saja, tentang
cerita dari hidup Bangku Sekolah.” Jawab Mita.
“Cerita Bangku Sekolah?” Tanya
Nata.
“Iya. Bukannya itu cerita yang
kamu buat dan terkenal di sekitar Sekolah?” Tanya Mita.
“Itu tidak berkaitan dengan soal
belajar.” Jawab Nata.
“Oleh Guru, teman-teman sekitar
lainnya, semuanya disini menunggu kelanjutannya.” Kata Mita.
“Bukannya sudah aku selesaikan?”
Tanya Nata.
“Sama sekali belum, menurutku..”
Ucap Mita.
“Menurutmu ya..” Ucap Nata.
Dapat kuakui, salah satu teman
yang mencoba dekat dan ingin berteman denganku, hanya Mita, Mita mengetahui apa
saja kegiatan keseharianku di Sekolahku, yang dimana hampir setiap waktu
kuhabiskan semua itu hanya berada Bangku Sekolah, dan apa yang dikatakan oleh
Mita mungkin juga ada benarnya bagiku tentang cerita dari Bangku Sekolah yang
pernah aku buat..
Cerita seorang pelajar yang
dimana selalu menghabiskan waktunya dengan belajar untuk meraih masa depan. Namun
sayangkali, dia harus menghabiskan waktunya tersebut dengan setiap tekanan
hidup selama berada Bangku Sekolah. Tak ada teman, tak ada siapapun. Yang ada
hanya dirinya bersama Bangku Sekolah tersebut. Banyak yang mempertanyakan juga dengan
cerita tersebut kepadaku, mengenai kelanjutannya, tapi aku mengatakan seperti yang
kukatakan kepada Mita..
“Iya, cerita tersebut ditulis
dengan penuh perasaan yang mengalir suka-duka yang dirasakannya sebagai seorang
pelajar yang selalu menghabiskan waktunya belajar di Bangku Sekolah, aku yakin
cerita tersebut tidak pernah berakhir, kecuali.” Kata Mita.
“Kecuali?” Tanya Nata.
“Dia sudah beranjak keluar dari
tempatnya berada dan lepas dari perasaan tertekan yang ada pada hidupnya,
dengan pandangannya hanya terfokus pada satu arah saja.” Jawab Mita.
“Begitu..” Ucap Nata.
Aku merasakan hal yang tidak
kuketahui, mengenai cerita Bangku Sekolah, mungkin ada benarnya juga, atau
tepatnya itu benar..
“Sudah, kita lanjutkan saja
dengan belajarnya.” Kata Mita.
“Iya.” Kata Nata.
Kemudian, aku menjelaskan kepada
Mita, mengisi waktu kekosongan setiap hari dan setiap kali dalam hidupku, walaupun
aku memiliki seorang teman yang bernama Mita tapi tetap saja bagiku, tidak ada
teman, tidak ada siapapun, hanya aku yang duduk Bangku Sekolah..
“Nata.” Sapa Mita.
“Iya.” Jawab Nata.
“Hari ini kita belajar menggambar
yuk.” Kata Mita.
“Menggambar?” Tanya Nata.
“Iya, menggambar.” Jawab Mita.
Benar juga, menggambar adalah
salah satu kegiatan belajar juga dari Sekolah namun..
“Aku tidak bisa menggambar.” Kata
Nata.
“Tenang saja, aku juga.” Kata
Mita.
“Terus, untuk apa kamu mencariku
disini?” Tanya Nata.
“Kita belajar bersama.” Jawab
Mita.
“Begitu..” Ucap Nata.
Aku tidak mengerti apa yang
dipikirkan oleh Mita, karena sepertinya ada banyak hal juga yang tidak kuketahui
darinya, semua itu terlihat dari
beberapa hari yang dihabiskan bersama dengannya..
“Lihat, dari gambar ini.” Kata
Mita.
“Gambar ini..” Ucap Nata.
Gambar ini adalah gambar yang
seperti suatu karya yang pernah kubuat dan dituliskan dalam cerita dahulu
Bangku Sekolah, walaupun hanya itu salah satu gambar yang dapat kubuat dengan
seusaha mungkin dilakukan. Gambar itu juga kujadikan sampul dari buku
tersebut..
“Bagaimana, mungkin?” Tanya Nata.
“Semua ini sudah aku rencanakan,
Nata.” Jawab Mita.
Aku terdiam dan terpaku sambil
melihat gambar tersebut..
“Aku berhasil membuatnya, karena
setiap hari dan setiap kali, kita habiskan waktu bersama-sama disini, duduk di
Bangku Sekolah, belajar bersama, karena itu alasannya.” Kata Mita.
“Kamu, kenapa kamu selalu
mengkaitkan dengan Bangku Sekolah?” Tanya Nata.
“Karena Bangku Sekolah sangat
berharga bagiku.” Jawab Mita.
“Hal tersebut hanya cerita biasa
yang kutuliskan disini.” Kata Nata.
“Bagiku, Bangku Sekolah adalah
cerita yang penuh dengan perasaan dan keistimewaan sendiri yang dapat dirasakan
bagi orang-orang mengalaminya.” Kata Mita.
“Keistimewaan?” Tanya Nata.
“Iya, seperti pada halnya saat
ini.” Jawab Mita.
“Begitu..” Ucap Nata.
Aku merasakannya, cerita yang
harusnya berlanjut itu akan kulanjutkan pada hari dimana kesempatan akhirnya aku
harus beranjak dari tempatku berada, bukan mengejar dan memandang selalu
terpaku pada satu arah lagi namun melainkan pada keistimewaan itu sendiri,
keistimewaan yang dimiliki oleh orang-orang tertentu saja..
“Ternyata, begitu, aku terus dan
selalu juga menguji lewat ketidaktahuan yang aku miliki untuk mengetahui
tujuanmu sebenarnya.” Kata Nata.
“Eh. Nata?” Tanya Mita.
“Iya, setiap kaliku dimana mengucapkan
begitu adalah hal yang aku uji.” Jawab Nata.
“Aku berpikir hanya aku juga
sendirian yang dapat merasakannya dari Bangku Sekolah.” Kata Mita.
“Aku berpikir juga begitu pada
sebelumnya.” Kata Nata.
“Aku mengharapkan cerita ini akan
ada kelanjutannya, Nata. Karena walaupun ada suka duka melengkapi dari cerita
ini, cerita ini masih terlihat begitu mengkhawatirkan, semua yang ada disini
sangat mengharapkan kelanjutan ceritanya.” Kata Mita.
“Benar, mengkhawatirkan, itu
keistimewaannya.” Kata Nata.
“Iya.” Kata Mita.
“Aku mengetahui yang tidak
kuketahui darimu, tentang perasaan yang tercoret dalam tulisan bersama Bangku
Sekolah ini, harus ada akhir membahagiakan.” Kata Nata.
“Karena kita bersama semua disini
pelajar, sama-sama juga belajar, tidak ada yang sendiri, tidak ada yang tidak
memiliki siapapun.” Kata Mita.
“Iya, kamu menyadarkanku dengan
serasa keegoisan yang ada dalam diriku, mementingkan kepentingan diri sendiri,
melupakan yang lainnya disini.” Kata Nata.
“Kamu tidak egois, kok. Karena
itu berisikan curahan dari perasaan yang kamu tuangkan dalam sebuah cerita
tersebut. Semua disini sangat merasakannya, karena merasakan, maka
mengkhawatirkan.” Kata Mita.
“Tentang seorang pelajar yang
hidup dengan selalu belajar, hal tersebut seharusnya juga dirasakan bagi setiap
pelajar, namun dengan setiap masalah berbeda yang dimilikinya sendiri.” Kata
Nata.
“Benar, karena itu, Nata,
beranjak dari Bangku Sekolah!” Teriak Mita.
Teman-teman berada Sekelas
tersebut tersenyum sambil mendengar perkataan Mita dan memperhatikan Nata
bersamanya..
“Tidak.” Kata Nata.
“Eh?” Tanya Mita.
Teman-teman yang lainnya ikut
terdiam..
“Aku tidak akan atau pun ingin
beranjak dari Bangku Sekolah, bila tidak bersama semuanya!” Teriak Nata.
“Iya!” Teriak Semuanya.
Pak Guru yang baru ingin
melangkahkan kakinya menuju ke Kelas yang dimana tempat seharusnya mengajar
saat itu, tersenyum memandang semuanya berada dalam Kelas lewat celah jendela,
ketika mendengar perkataan Nata dan Mita yang memotivasi satu Sekolah tersebut.
Bahwa setiap orang memiliki tekanan hidupnya, namun dengan bahu-membahu,
memberikan tempat untuk sandaran, kita bersama bisa menghadapinya..
Aku belajar, bahwa tekanan hidup
yang kurasakan sebenarnya bukan milikku seorang diri, kegiatan yang memfokuskan
diri terpaku hanya mengejar impian. Sekarang aku tidak perlu menanggung itu
dalam sangkar, aku akan terbang bebas bersama yang lainnya disini, dan itu
mungkin akan menjadi tulisan akhir dari cerita Bangku Sekolah disini yang
dituliskan oleh Nata..
Belum ada tanggapan untuk "Bangku Sekolah"
Posting Komentar
Budayakan Membaca Sebelum Berkomentar