Ada empat orang anak yang sangat
senang melihat Laut, mereka berempat selalu menghabiskan waktu bersama-sama
disana dengan mengisi berbagai kegiatan aktivitas kehidupan sehari-hari..
“Dika.” Sapa Rina.
“Iya Rin?” Tanya Dika.
“Kamu tahu sesuatu tentang Laut?”
Tanya Rina.
“Laut ya.” Jawab Dika.
“Iya.” Kata Rina.
“Aku tidak tahu. Karena aku masih
anak-anak.” Kata Dika.
“Oh, begitu.” Kata Rina.
“Tapi..” Ucap Dika.
“Tapi kenapa?” Tanya Rina.
“Sepertinya setiap kali melihat Laut,
hatiku jadi serasa seluas Laut.” Jawab Dika.
“Begitu, ya. Jika aku, ketika
setiap kali melihatnya, aku mengingatnya.” Kata Rina.
“Mengingat apa?” Tanya Dika.
“Mengingat kenangat kita bersama.”
Jawab Rina.
“Iya, itu sudah janji kita
bersama.” Kata Dika.
“Iya.” Kata Rina.
“Karena Laut itu berwarna biru,
aku juga sangat menyukai biru.” Kata Dika.
“Birunya Laut ya.” Kata Rina.
“Tepatnya, Lautan Biru.” Kata
Dika.
Sementara, Rina dan Dika lagi
asyik dan seru mengobrol tentang Lautan Biru, Reni dan Rudi sedang
berbicara
soal yang lain..
“Rudi.” Sapa Reni.
“Iya?” Tanya Rudi.
“Hmm, sepertinya cocok ya?” Tanya
Reni.
“Iya, cocok.” Jawab Rudi.
Rudi tampak memerah muka melihat
Reni, Reni juga sedikit malu, karena Rudi menunggu Reni..
“Oh, ya, ayo cepat.” Kata Rudi.
“Iya. Sepertinya Dika dan Rina
sudah menunggu.” Kata Reni.
Sesampainya di tempat..
“Maaf, terlambat.” Kata Reni.
“Dasar, kita kan sudah janji,
kan?” Tanya Dika.
“Iya, maaf.” Jawab Rudi.
Dika terlihat serius sambil melihat
Rudi juga yang serius sekali, sementara Reni terdiam melihat Rudi dan Dika
disana..
“Maaf Dika, jangan marah.” Kata
Reni.
“Iya, tidak apa.” Kata Dika.
“Santai kali, Dika, tidak bakal
marah.” Kata Rudi.
“Kamu ini ya, Dika.” Kata Dika.
“Begitu ya.” Kata Reni.
“Iya, kita kan juga sudah lama
berteman, kamu tahu sendiri, Dika itu orang penyabar.” Kata Rudi.
“Kamu mau mengambil hati?” Tanya
Dika.
“Tidak, kok. Begitu kenyataannya.”
Jawab Rudi.
Sambil mengamati Dika dan Rudi
yang selalu riang gembira dan Reni yang tidak ingin memutuskan ikatan yang
terjalin, Rina tersenyum..
“Lautan Biru, tersimpan perasaan
yang berharga..” Ucap Rina.
“Eh?” Bingung Rudi, Dika, Reni.
“Oh, maaf.” Kata Rina.
Rudi, Dika, Reni, Rina kemudian
melihat Lautan Biru, Laut yang elok dan penuh warna menghias dan mengisi
kehidupan dengan berbagai perasaan yang tersimpan di dalamnya. Sambil mengamati
Lautan Biru dengan angin yang berhembus, Dika terlihat serius sekali..
“Teman-teman.” Sapa Dika.
“Iya Dika?” Tanya Rudi.
“Apa, Dika?” Tanya Rina.
“Kenapa?” Tanya Reni.
“Kita tidak boleh melupakan
kenangan ini, kita janji bersama ya.” Kata Dika.
“Baiklah, Dika.” Kata Rudi.
“Tentu saja.” Kata Reni.
“Iya, pasti.” Kata Rina.
Hingga beberapa tahun berjalan,
mereka menghabiskan waktu bersama dan tidak pernah terpisahkan selama beberapa
tahun sebelumnya, kini mereka berempat sudah mulai kelihatan tumbuh besar dan dewasa.
Mereka berempat memutuskan untuk bertemu kembali di Lautan Biru untuk mengingat
kenang-kenangan yang tersimpan dengan perasaan berharga..
“Jika dipikir, ucapanmu ada benar
juga ya, Rina..” Ucap Dika.
“Ucapan yang mana, Dika?” Tanya
Rina.
“Kamu sudah lupa ya?” Tanya Dika.
“Mungkin..” Ucap Rina.
“Ada apa dengan kamu?” Tanya
Dika.
“Padahal kamu mengatakan sendiri,
Rina? Tanya Rudi.
“Iya, Rina, kamu mengucapkan
Lautan Biru tersimpan perasaan yang berharga..” Ucap Reni.
“Iya, kita bertiga disini
mengingatnya, apa kamu semudah itu melupakannya?” Tanya Dika.
“Tidak tahu. Maaf.” Kata Rina.
“Kenapa, Rina! Apa mungkin kamu
melupakan kenangan kita berdua juga?” Tanya Reni.
“Kalau itu aku mengingatnya,
namun sepertinya ada beberapa hal yang aku lupakan, tapi seiring waktu
berjalan, aku juga mengingat kembali, kok. Jadi tenang saja.” Jawab Rina.
“Rina, tidak bisa!” Marah Dika.
“Dika, sudah, seiring waktu yang
berjalan, sudah biasa bila ada yang melupakan.” Hibur Rudi.
“Tapi, kita janji, kan?” Tanya
Dika.
“Janji?” Tanya Rina.
“Iya, kita bersama sudah berjanji
untuk tidak melupakan kenangan yang mengikat hubungan kita berempat disini.”
Jawab Dika.
“Begitu, ya.” Kata Rina.
“Iya, apa kamu lupa, ketika kita
bicara bersama soal tentang Lautan Biru?” Tanya Dika.
Rina melihat Lautan Biru dengan
perasaan yang bergetar..
“Rina?” Tanya Dika.
Rina melihat Dika dan juga temannya
yang lainnya ikut khawatir..
“Kamu benar.” Kata Rina.
“Kamu ingat?” Tanya Dika.
“Iya.” Jawab Rina.
“Semuanya?” Tanya Dika.
“Iya.” Jawab Rina.
“Syukurlah, Rina.” Kata Reni.
“Bagus, kita berempat sudah
mengingatnya kembali.” Kata Rudi.
“Maaf, Dika.” Kata Rina.
“Tidak apa.” Kata Dika.
Rina kemudian menangis,
tangisannya bagaikan tetesan Lautan Biru yang menggambarkan perasaan Dika
bersama diikuti Rudi dan Reni mengkhawatirkannya..
“Kenapa, Rina?” Tanya Dika.
“Aku tidak ingin mengatakannya.”
Jawab Rina.
“Katakan saja.” Kata Dika.
“Aku sangat menyukai kamu.” Kata
Rina.
“Eh?” Bingung Rudi dan Reni.
Dika terdiam melihat Rina
kemudian melihat Lautan Biru tersebut kembali..
“Jadi begitu..” Ucap Dika.
Rina terdiam dengan sedikit
terkejut perasaannya..
“Apa kamu tahu sesuatu, Dika?”
Tanya Reni.
“Apa kamu sengaja melupakan janji
itu karena alasan tertentu ya?” Tanya Dika.
“Iya, Dika. Aku menyukaimu sudah
sejak lama. Melihatmu dan menghabiskan waktu bersama melihat Lautan Biru,
menjadi perasaan berharga bagiku yang tersimpan selalu disini.” Jawab Rina.
“Kenapa, Rina?” Tanya Reni.
“Karena aku tidak mau dan takut
tidak bisa menerima kenyataan.” Jawab Rina.
“Dengan memendam lama, apa
mungkin itu tidak apa-apa, Rina?” Tanya Dika.
“Aku rasa itu benar. Tapi
kemudian.” Jawab Rina.
“Tapi kemudian, sebetulnya itu
salah, karena itu kamu menyadarinya?” Tanya Dika.
“Iya, perasaan yang tidak dapat
terungkapkan, akan lebih serasa menyakitkan.” Jawab Rina.
“Iya, benar. Karena hatiku seluas
Lautan Biru ini, aku juga tidak bisa membohongi perasaanku yang sebenarnya.”
Kata Dika.
“Jadi?” Tanya Rudi.
Rina terdiam..
“Apa kamu sudah siap dengan
kenyataannya?” Tanya Dika.
“Iya.” Jawab Rina.
“Benar, tidak ada penyesalan? Aku
tidak mau menyakitkan perasaan dan memutuskan ikatan kita berempat yang
terjalin, loh Rina?” Tanya Dika.
“Iya.” Jawab Rina.
“Baiklah, aku juga menyukaimu.
Aku menyukaimu kamu sama halnya seperti perasaanku terhadap Lautan Biru.” Kata Dika.
Rina tersenyum dan memegang
tangan Dika sambil melihat bersama-sama Lautan Biru itu..
“Sungguh terharu.” Kata Reni.
“Apa kamu percaya bila aku juga
suka kepadamu?” Tanya Rudi.
“Eh, Rudi.” Jawab Reni.
“Mungkin kamu tidak percaya.”
Kata Rudi.
“Mungkin saja.” Kata Reni.
“Mungkin kamu tidak menyukaiku.”
Kata Rudi.
“Mungkin saja.” Kata Reni.
“Mungkin ya.” Kata Rudi.
“Iya.” Kata Reni.
“Begitu.” Kata Rudi.
“Maaf Rudi.” Kata Reni.
“Iya, tidak apa-apa, melihat
perasaan Dika dan Rina ini, membuatku sadar juga untuk mengungkapkan perasaanku,
bagiku merasa cukup puas untuk mengungkapkannya.” Kata Rudi.
“Aku tidak bilang menolak, kok,
Rudi.” Kata Reni.
“Lalu kenapa bilang maaf?” Tanya
Rudi.
“Karena aku menginjak sepatumu.”
Jawab Reni.
“Eh.” Kata Rudi.
Reni langsung dengan sigap untuk
memegang tangan Rudi, Rudi pun merasakan perasaan dari tulus sebenarnya Reni. Dika dan Rina tersenyum
melihat Rudi dan Reni begitu pula sebaliknya, Lautan Biru memang sudah berhasil
menyimpan perasaan yang berharga dan membuat perasaan berharga tersebut
berbicara..
photo credit: Αμφιλοχια λιμανι DSC00412 via photopin (license)
HAHA penuh kesan di awal kalimat tapi kocak di akhir kalimat :D saya dengan Rudi berprasangka benar yaitu berpikiran bahwa Rina bilang maaf tuh kirain taanda nya menolak tapi salah ternyata maaf itu untuk permohonan maaf terhadap apa yang sudah Rina injak yaitu sepatu Rudi :D
BalasHapusIya, hehe, menarik ya, terima kasih kesediaannya selalu membaca hingga saat ini, semoga selain kesan pun dapat juga memberikan pesan dibalik ceritanya.. :)
HapusCeritanya menarik, tapi masih ada beberapa kelemahan di sini. Misalnya, penggunaan EYD yang masih belum benar. Di samping itu, terlalu banyak dialog dan minim narasi, sehingga karakter dan settingnya menjadi lemah. Seharusnya, porsi dialog itu hanya 20% dari keseluruhan isi cerita. Dan usahakan menggunakan nama tokoh yang berbeda atau tidak mirip supaya mudah membedakannya, kecuali kalau mereka kembar. Tetap semangat untuk menulis, Mas.
BalasHapus